(Bagian 1) Cerita Inspiratif Sejumlah Penemuan dalam Bidang Kimia sebagai Bahan Ice Breaking

Apr 19, 2022 - 06:56
Apr 19, 2022 - 23:16
 1  1870
(Bagian 1) Cerita Inspiratif Sejumlah Penemuan dalam Bidang Kimia sebagai Bahan Ice Breaking

Halo teman-teman semua, apa kabar kalian? Semoga sehat selalu ya di masa pandemi ini. Oh iya, dalam segmen kali ini, penulis ingin mengajak kalian bernostalgia seputar penemuan-penemuan penting dalam bidang ilmu kimia. Penemuan penting dalam ilmu kimia tersebut sengaja penulis sajikan untuk bahan ice breaking atau pemecah kebekuan pada saat kalian sedang belajar kimia, baik di tingkat sekolah menengah maupun universitas. Cerita inspiratif dibalik sejumlah penemuan penting ilmu kimia ini juga penulis sadurkan dari sebuah artikel berjudul “Sepuluh Kisah Inspiratif sebagai Bahan Ice Breaking dalam Pembelajaran Kimia” oleh Dr. Suyanta, Dosen Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada, yang terpublikasi pada Prosiding ber-ISBN No. 979363167-8. Prosiding tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari agenda Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia (SN-KPK) V yang mengangkat tema “Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter”.

Pada cerita inspiratif bagian 1 ini, penulis menyajikan empat buah cerita inspiratif yang disadur dari artikel tersebut. Keempat cerita inspiratif tersebut meliputi “Senyawa Arsen dalam Rambut Napoleon: Darimanakah Datangnya?”; “Penemuan oleh Fritz Haber: Dewa Pembunuh atau Dewa Penolong”; “Tragedi Hindenburg akibat Penyalahgunaan Gas Hidrogen”; dan “Cairan Helium Si Pemanjat Dinding Gelas”. Yuk, kita simak bersama ceritanya satu per satu.

Cerita inspiratif ke-1 | Senyawa Arsen dalam Rambut Napoleon: Darimanakah Datangnya?

Cerita inspiratif pertama berawal dari kasus kematian Napoleon. Napoleon meninggal pada tahun 1821 di dalam rumah tahanannya. Kematian di usia yang terbilang masih belia (52 tahun) seolah menimbulkan berbagai pertanyaan, sebab hasil proses autopsi forensik menunjukkan tidak terdapat tanda-tanda penganiayaan, penembakan, dan penusukan hingga pemukulan menggunakan benda-benda tumpul dalam rumah tahanannya [1, 2].

Senyawa As2O3 inilah yang digadang-gadang sebagai kata kunci penyebab kematian Napoleon. Senyawa arsen (Gambar 1) ini memiliki sifat berupa serbuk putih tanpa bau, namun sangat beracun sehingga sering disebut sebagai “serbuk warisan” dan digunakan untuk mempercepat kematian orang-orang yang berusia sudah sangat lanjut di Benua Eropa waktu itu. Penggunaannya adalah dengan mencampurkan sedikit saja bagian dari senyawa arsen tersebut ke dalam minuman anggur ataupun lainnya untuk diminumkan kepada orang yang berusia tua, sehingga kematiannya akan datang lebih cepat dan warisan segera didapatkan [1, 2].

Gambar 1. Senyawa arsen

Keterlibatan senyawa arsen ini dianalisis menggunakan spektrometri sinar gamma menggunakan rambut Napoleon di tahun 1950. Apa hasilnya? Ya, tentu saja, rambut Napoleon mengandung senyawa arsen dengan konsentrasi tinggi. Temuan ini langsung ditujukan terhadap lawan-lawan politiknya seperti Gubernur St. Helena dimana Napoleon ditahan oleh keluarga Kerajaan Prancis. Gubernur St. Helena beserta kroninya telah dituduh meracuni Napoleon menggunakan senyawa As2O3. Temuan terbaru ternyata malah menunjukkan bahwa dinding penjara tempat Napoleon berada juga mengandung senyawa arsen dengan konsentrasi yang sangat tinggi [1, 2].

Berdasarkan temuan yang baru ini, Napoleon memang meninggal akibat senyawa arsen, namun belum tentu secara sengaja diracun. Saat itu, senyawa CuHAsO3 banyak digunakan sebagai pewarna atau pigmen berwarna hijau pada dinding rumah tahanan dimana Napoleon ditahan. Senyawa tersebut bersifat inert atau bisa dikatakan aman dan tidak bereaksi apabila berada dalam keadaan lingkungan yang kering, namun kereaktifan seketika berubah saat keadaan udara bersifat lembab seperti di Pulau St. Helena. Keadaan yang lembab ini tentu menyebabkan bakteri varian tertentu tumbuh pesat serta mampu menguraikan senyawa CuHAsO3 menjadi gas trimetil arsenik (CH3)3As. Diduga, gas inilah yang terhirup oleh Napoleon selama bertahun-tahun sehingga menyebabkan kematiannya [1, 2].

Gambar 2. Napoleon Bonaparte

Sebagai kilas balik, Napoleon Bonaparte (Gambar 2) merupakan seorang perwira militer yang cerdas dan berperan sebagai seorang Jenderal untuk membentuk pemerintahan yang revolusioner pada saat terjadi Revolusi Prancis tahun 1789. Akhir 1814, Napoleon dipaksa turun tahta serta digantikan oleh dinasti Louis XVII sehingga menyebabkan Napoleon juga diasingkan ke Pulau Elba sebelum dipindah ke rumah tahanan di Pulau St. Helena. Kisah ini tentu memicu adanya perkembangan baru dalam bidang kimia yakni kimia forensik dimana dapat digunakan untuk menyelidiki peristiwa terkait hal di atas atau yang semisalnya.

Cerita inspiratif ke-2 | Penemuan oleh Fritz Haber: Dewa Pembunuh atau Dewa Penolong

Fritz Haber (Gambar 3) (1868-1934) merupakan ilmuwan yang dilahirkan di Breslau (waktu itu masih wilayah Jerman, namun sekarang masuk ke Polandia) dengan temuan yang dianggap amoral dan gagal dimana tidak seperti kebanyakan ilmuwan lainnya. Fritz Haber belajar ilmu kimia di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Heidelberg di bawah bimbingan Bunsen (1886-1891), Universitas Berlin di bawah asuhan A.W. Hoffmann, serta di sekolah keteknikan Charlottenberg di bawah naungan Leibermann. Ketertarikan yang tinggi dalam bidang kimia membuatnya mantap untuk bekerja meniti karir sebagai seorang ilmuwan di bawah asuhan Prof. Lunge dari Institut Teknologi Zurich. Tentu kita tidak asing lagi dengan nama Fritz Haber atau proses Haber-Bosch (Gambar 4) yang telah dipelajari pada materi kimia di jenjang sekolah menengah atas. Ya, temuan sensasionalnya adalah sintesis amonia dalam jumlah yang sangat melimpah berkat kolaborasi yang apik bersama rekan kerjanya, Carl Bosch, seorang ahli teknik kimia [3, 4].

Gambar 3. Fritz Haber

Temuan produksi amonia dalam jumlah besar ini tentu sangat bermanfaat bagi Eropa kala itu dimana terjadi ledakan penduduk yang memicu peningkatan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan di awal abad ke-19. Sebelum kedatangan amonia ini, industri di Eropa menggunakan pupuk dengan bahan baku natrium nitrat (NaNO3) yang harus diimpor dari negara Chili, Amerika Selatan. Sadar akan potensi kelangkaan stok garam chili ini yang akan kian menipis seiring zaman, maka sintesis amonia menyebabkan terobosan baru dan besar dalam memproduksi pupuk buatan seperti urea (CO(NH2)2, amonium sulfat ((NH4)2SO4), dan amonium fosfat ((NH4)3PO4). Kontribusi yang besar ini menyebabkan Ftitz Haber dianugrahi hadiah Nobel Kimia tahun 1918 serta dipuja-puja layaknya seorang pahlawan [3, 4].

Gambar 4. Proses sintesis amonia dengan siklus Haber-Bosch

Namun, di balik temuan yang luar biasa tersebut, Fritz Haber ternyata juga menyimpan aib ilmiah sebagai seorang ilmuwan. Hal tersebut dilakukan saat pecahnya Perang Dunia I (1914) dimana Fritz ditunjuk sebagai seorang konsultan kantor perang Jerman. Tugasnya adalah tentu saja untuk mendukung Jerman memenangkan Perang Dunia I melalui penggunaan gas beracun yang berhasil dia sintesis di laboratorium [3, 4].

Proyek gas beracun ini telah mencoreng reputasi Fritz di mata para ilmuwan. Sejarah juga mencatat bahwa sebagain besar ilmuwan menentang pemberian hadiah Nobel kimia tahun 1918 kepada Fritz akibat aib ilmiahnya tersebut. Namun, Fritz tetap diganjar hadiah Nobel oleh komite Nobel. Saat tahun 1933 dimana Adolf Hitler memegang tampuk kekuasaan, Fritz diberikan jabatan sebagai direktur Institute for Physical and Electrochemistry di Berlin-Dalhem. Bahkan oleh Hitler, Fritz pernah diperintah untuk menembak mati seluruh pekerja keturunan Yahudi yang bekerja di institutnya, namun pada akhirnya dia menolak serta malah mengundurkan dirinya [3, 4].

Cerita inspiratif ke-3 | Tragedi Hindenburg akibat Penyalahgunaan Gas Hidrogen

Peristiwa terbakar dan meledaknya Airship Hindenburg (LZ-129) (Gambar 5) pada tanggal 6 Mei 1937 di New Jersey, Amerika Serikat, merupakan kejadian yang kelam bagi dunia penerbangan. Dampaknya, sebanyak 35 jiwa tewas seketika dari sebanyak total 97 penumpang. Kisah itu memicu banyak teori penyebab terbakar dan meledaknya pesawat Hindenburg, antara lain akibat aliran listrik statis bahkan adanya kebocoran gas [5, 6].

Gambar 5. Tragedi meledaknya pesawat Hindenburg

Pesawat Hindenburg merupakan pesawat jumbo dengan ukuran melebihi pesawat Boeing 747 maupun kapal legendaris Titanic. Memilik dimensi ukuran panjang 245 m dan diameter 41 m, pesawat Hindenburg harusnya diisi oleh gas helium pada saat itu. Namun, adanya proses embargo militer Amerika Serikat terhadap gas helium memaksa Jerman untuk menggunakan gas hidrogen yang memiliki karakteristik mudah terbakar sebagai gas pengapung, walaupun padahal mereka (Jerman) juga sudah mengetahuinya [5, 6].

Gas hidrogen juga memiliki karakteristik yang tidak berbau, maka upaya untuk mendeteksi adanya kebocoran ialah dengan mencampurkan aroma dari bawang putih. Namun, seluruh penumpang tidak mencium adanya aroma bawang putih sesaat sebelum terjadi ledakan [5, 6].

Cerita inspiratif ke-4 | Cairan Helium Si Pemanjat Dinding Gelas

Helium merupakan unsur berbentuk gas dengan nomor atom 2 yang terdapat pada sistem Tabel Periodik Modern. Satu sifat unik dari gas helium ini adalah bahwa gas helium sukar berubah menjadi cair. Gas helium hanya dapat mencair bilamana telah didinginkan pada suhu sekitar 4,2 K (268,9 °C) dan hampir tidak membeku pada suhu 0 K. Penyebabnya adalah massa atom helium yang kecil dan juga interaksi antar atomnya sangat lemah [7, 8].

Jika gas helium didinginkan maka akan terjadi keanehan pada kerapatannya dimana kerapatan terus bertambah saat suhu mencapai 2,17 K. Namun, di bawah suhu tersebut, kerapatannya justru menjadi berkurang dan bersifat stasioner. Fenomena ini dikenal sebagai Transisi Lamda dengan temperaturnya disebut temperatur Lamda dimana grafik kurva kalor jenis sebagai fungsi temperatur bagi gas helium ini berbentuk huruf lamda pada bahasa Yunani. Sifat helium cair pada suhu di atas temperatur Lamda jelas berbeda dengan sifat gas helium cair pada suhu di bawah temperatur lamda. Di atas temperatur Lamda, cairan helium dikenal sebagai Helium-1, sedangkan di bawahnya disebut Helium-2 [7, 8].

Gambar 6. Superfluida Helium-2 yang merambat naik ke dindin gelas

Helium-2 ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan Helium-1 dimana Helium-2 bersifat sebagai superfluida. Daya hantar panas dari superfluida ini satu juta kali lebih besar daripada Helium-1 dan delapan ratus kali dari tembaga. Superfluida Helium-2 dapat mengalir tanpa gesekan dan hampir tidak memiliki kekentalan. Uniknya adalah jika superfluida Helium-2 ini diletakkan dalam wadah silinder dan wadahnya diputar perlahan, maka superfluida tersebut tetap diam saja tanpa ikut berputar. Berbda halnya dengan jika wadah silinder diisi fluida normal, maka fluida normal tersebut tetap ikut berputar. Ada satu lagi hal menarik lainnya, dimana superfluida ini memiliki kemampuan memanjat dinding. Bilamana gelas kosong dicelupkan dalam wadah silinder berisi Helium-2 dengan bagian terbuka mengarah ke atas, maka cairan superfluida Helium-2 akan merambat naik pada bagian dinding luar gelas dan mengisinya sampai mencapai permukaan yang sama tingginya dengan permukaan Helium-2 di luar gelas (Gambar 6) [7, 8].

Nah, itulah beberapa cerita inspiratif yang berkaitan dengan kimia di bagian 1. Gimana, menarik bukan? Kalau ramai, kita lanjut ke bagian 2 yaa.. Stay tune di solusiriset.com

Referensi

[1] Asprey and Robert B., 2001, The Reign of Napoleon Bonaparte. Basic Books, New York.

[2] Dumas, A., 2011, The Count of Monte Cristo, diterjemahkan oleh Nin Bakdi Soemanto, Bentang Pustaka, Jakarta.

[3] Charles,D., 2005, MASTER MIND The rise and fall of Fritz Haber, the Nobel laureate who launched the age of chemical warfare, Perseus Publishing

[4] Smil, V., 2004, Enriching the Earth: Fritz Haber, Carl Bosch, and the Transformation of World Food Production, Amazon.com., http://www.amazon.com/EnrichingEarth-FritzransformationProduction/dp/0262693135.

[5] Nicholas, D., 2011, The Hindenburg Disaster and the End of the Airship Era, History Today, http://www.historytoday.com/deannicholas/hindenburg-disaster-and-endairship-era

[6] Ho, E., 2013, The Mystery of the Hindenburg Disaster Finally Solved?, Time, http://newsfeed.time.com/2013/03/06/the-mystery-of-thehindenburg-disaster-finallysolved/#ixzz1mNzTGEbt

[7] Sato, Y. and Packard, R., 2012, Superfluid helium interferometers, Physics Today http://www.physicstoday.org/resource/1/phtoad/v65/i10/p31_s1?isAuthorized=no

[8] Minkel, JR, 2009, Strange but True: Superfluid Helium Can Climb Walls, Scientific American, http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=superfluid-can-climb-walls

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

bayuishartono The philosophy of plant roots